Kamis, 14 Mei 2009

MITOLOGI JOKO THOLE

Mitologi Joko Thole - Bocah Sakti Yang Teraniaya

Selaranda atau Waturanda adalah nama batuan berukuran supar jumbo yang berada di tepi jalan Karangsambung-Kebumen, tepatnya masuk wilayah desa Kaligending, Kecamatan karang sambung, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Batuan hitam yang membujur menyatu dengan perbukitan itu yang menamai dengan sebutan Watu Kebo Kopek.
Selaranda ini oleh LIPI ( Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ) Karangsambung telah dijadikan salah satu asset batuan unik dan obyek penelitian tentang proses pembentukan batuan. Breksi Selaranda diperkirakan berumur 55 juta tahun lebih
Sebagai batuan tua maka ada yang mengaitkan bila Selaranda termasuk batuan wingit. Konon ada yang mengatakan dibatuan itu ada emas sagentong yang dijaga oleh mahluk halus berwujud nenek tua renta. Mungkin karena diangap Wingit itulah. Kelestarian batuan itu tetap terjaga, tak ada yang berani merusak nya.

Randa dan Mbah Laran
Bagi warga sekitar, Selandara memang mempuyai mitologi sendiri. Seperti dituturkan salah satu warga desa dari Kaligending. Ada cara turun-temurun, bila dinamakan Selandara karena riwayat nya dulu pernah hidup seorang randa tua di daerah itu. Janda itu .bernama Sembiga. Randa Sembiga ini tingal tak jauh dari bantaran sungai Luk Ulo yang melintasi daerah kali gending.
Tak jauh dari rumah randa Sembiga, ada duda tua bernama Mbah Laran. Dinamakan Mbah Laran karena tingal nya, tak jauh dari laran sungai luk ulo. Kedua orang itu konon sama-sama memiliki daya linuih. Namun .keduanya berwatak keras kepala.
Gara-gara pisau Pusaka Menempel Paha
Suatu ketika, randa Sembiga datang ke gubug Mbah Laran untuk meminjam pisau. Pisau itu akan dipakai untuk nyigar buah jambe. Singaran buah jambe itu dipakai untuk menginang daun surih. Oleh Mbah Laran pun dipinjami sebilah pisau. Hanya saja di pinjamkan bukan senbarangan pisau biasa, tetapi pisau pusaka.
Sambil memberikan pisau pusaka, Mbah Laran berpesan dengan satu sarat nyigare aja dilandasi nang pupu kuning. Maksudnya, membelah buah jambenya jangan sampe di landaskan pada paha Randa Sembiga. Dengan kata lain, pisau pusaka milik Mbah Laran tak boleh sampai menempel pada paha perempuan.
Rupanya pesan Mbah laran tidak digubris. Merasa diri juga memiliki kesaktian, maka buah jambe itu nekat dibelah dengan landasan pahanya. Seketika itu, gagang pusaka itu lenyap tak berbekas.
Kejadian itu lantas duceritakan kepada Mbah Laran. Sambil mangut-mangut Mbah Laran pun berucap, “Aku wis weling aja dilandasna pupu kuning. Tunggu bae 9 bulan 10 hari kemudian”.

Jaka Thole, Bocah Sakti Yang Teraniaya
Dan keanehan benar-benar terjadi. Perut Randa Sembiga kian hari kian besar , Hamil. seperti ucap Mbah Laran terdahulu, tepat 9 bulan 10 hari, lahir bayi laki-laki yang kemudian diberi nama Jaka Thole.
Ketika mulai berinjak dewasa, Joko Thole pun menanyakan keberadaan sang ayah kepada ibu nya. Sang ibu pun bingung untukan menceritakan muasal kelahiran Jaka Thole. Namun karena didesak terus, ahir nya Randa Sembiga menyuruh agar Joko Thole pergi mencari Mbah Laran ke pingiran sungai Luk Ulo. Bila kelak ketemu, maka Mbah Laran itulah ayah Jaka Thole.
Jaka Thole yang masih bocah, suatu hari berjalan kaki menyusuri pingiran sungai Luk Ulo. Hinga ahir nya diri nya bertemu dengan lelaki tua yang lain adalah Mbah Laran. Setelah berhasil bertemu, Jaka Thole mengaku bila diri nya adalah anak Randa Sembiga yang berayahkan nbah laran.
Mbah Laran semula tetep kukuh tidak menggakui Jaka Thole sebagai anaknya. Namun untuk menebus kekeliruan karena dulu meminjamkan pisau pusaka kepada Randa Sembiga hingga menyebabkan hamil, Mbah Laran pun bersedia mengakui Jaka Thole sebagai anak nya, tetapi dengan beberapa syarat. Syarat yang diminta, Jaka Thole harus berhasil dulu menjalani uji kadigdayan.
Sebagai ujian pertama, Joko Thole ditantang balap lari di hamparan pasir sungai Luk Ulo. Mesti Mbah Laran sakti, tetapin teryata Jaka Thole yang masih bocah mampu lari cepat sekali. Meski sudah kalah lari, Mbah Laran masih belum mau mengakui kekalahan nya. Ada persayaratan lagi yang di ajukan Mbah Laran. Joko Thole lagi balap mabur. Lagi-lagi Jaka thole mampu terbang lebih tingi dan turun lebih cepat.
Terahir Joko Thole diujin lagi untuk menyeberangi sungai Luk Ulo yang saat itu banjir dengan membawa kopak . Dengan kesaktian yang di bawa sejak lahir, kopak itu berubah menjadi kerbau besar sekali. Jala Thole dapat menyeberangi sungai Luk Ulo dengan naik kerbau itu hinga naik ke bukit.
Hingga kini di atas Selaranda ada lubang yang mirip tepak kaki kerbau dan keberadaannya masih di anggap wingit oleh sebagian masyarakat kaligending Bahkan batuan Selaranda hinga kini bila dilihat dari kejuhan. Sekilas mirip badan kerbau hitam yang gemuk.
Dijadikan Anak Angkat Adipati Baniara
Kabar kesaktian si bocah sakti, Jaka Thole tersebar kemana-mana hinga terdegar oleh Adipati Baniara. Baniara sekarang adalah nama sebuah desa di Kecamatan Karangsambung, Joko Thole pun dipangil oleh Adipati Baniara untuk datang menghadapnya.
Joko Thole lalu menghadap Adipati Baniara. Dalam pertemuan itu, Adipati baniara mengutarakan keinginan untuk mengangkat Joko Thole sebagai anak angkat. Dan tawaran itu di terima senag hati oleh Jaka Thole. Sejak itu, Joko Thole tingal bersama keluarga Adipati Baniara. Keberadaan Jaka Thole kelak diharapkan dapat memperkuat kekuasaan Adipati Baniara, apalagi Jaka Thole memiliki kelebihan ilmu kesaktian.

Joko Thole dijebak mnencuri pusaka
Selama menjadi anak angkat dan tinggal bersama Adipati Baniara, rupanya selalu ada aja keributan antara Joko Thole dan Anak Adipati Baniara. Setiap hari antara Jaka Thole dan Anak Adipati Baniara gelutan,. Karena Jaka Thole sakti anak Adipati Baniara selalu kalah terus bila berkelahi melawan Jaka Thole. Joko Thole selalu dipersalahkan dan mendapat marah besar dari ayah angkatnya
Adipati Baniara pun menjadi.kesal dengan Jaka Thole. Pikiran buruk pun menyeruak di benaknya. Hasutan dari kerabat dan para abdi kepercayaan untuk menyingkirkan, Jaka Thole pun dipercayainya. Adipati Baniara kewatir bila kelak Jaka Thole akan merebut atau menguling kan kekuasaannya.
Lantas disusunlah rencana buruk untuk menghabisi Jaka Thole. Bersama abdi kepercayaan dan kerabat yang notabene tidak suka dengan Jaka Thole, tercetus niat menjebak Joko Thole dengan tuduhan mengambil pusaka milik Adipati Baniara.

Kepala Dipengal Masih Bisa Ngomong
Dipilihlah hari untuk membawa Jaka Thole berburu ke hutan yang berada tidak jauh dari daerah Baniara. Sampai di hutan, Adipati Baniara menyuruh Jaka Thole pulang ke rumah untuk mengambil sebuah keris pusaka di kamarnya. Karena tidak tau ada rencana busuk, Jaka Thole pun mematuhi perintah ayah angkatnya dan kembali lagi membawa benda yang dimintanya.
Setelah diserahkan, Adipati Baniara marah karena mengangap Jaka Thole lancang berani mengambil benda pusaka miliknya. Sebagai bentuk hukuman atas tindakan berbuat lancang. Jaka Thole dihabisi nyawanya. Dibantu para pengawal. Tangan Jaka Thole pun diikat. Dalam keadaan tak berdaya, kepala Jaka Thole pun di penggal oleh ayah angakatnya.
Darah menyembur kemana-mana. Aroma anyir darah menyebar. Kepala Jaka Thole menggelinding ke tanah. Mesti kepala sudah pisah dari badan, namun masih bisa berbicara bila diri nya tak bersalah. Jaka Thole menggecam kekejian ayah angkat yang tega menghabisinya.
Sebelum mati, Jaka Thole mengicap sumpah idu geni, bila kelak Adipati Baniara bakal tamat riwayatnya pada hari senin Wage oleh serbuan dari daerah tenggara. Sumpah dari Jaka Thole sempat membuat bulu kuduk Adipati Baniara berdiri.
Barang kepala yang sudah lepas dari badan masih dapat berbicara, lantas kepala Jaka Thole di ambil dan di ceger pada sebatang kayu, Jaka Thole tewas ditangan ayah angkatnya. Daerah tempat pembunuhan Joko Thole ini kemudian dinamakan Panjer, masuk wilayah desa Baniara, Kecamatan Karangsambung.

Adipati Baniara Digrubuk Adipati Bocor
Dan benar, sumpah maut Jaka Thole pun menjadi kenyataan. Kemudian hari, Adipati Bocor yang berkuasa di daerah pesisir pantai selatan beserta pasukan ngulurung untuk menundukan Adipati Baniara. Sebelum penyerbuan Adipati Bocor telah menyusun rencana yang rapi. Dia perintahkan putranya untuk menyamar dan melamar menjadi Abdi dalem Adipati Baniara. Adipati Baniara kecolongan bila dirinya sedang di mata-matai oleh putra Adipati Bocor.
Sekian waktu menyamar sebagai abdi dalem, akhirnya suatu ketika ketahuan kelemahan Adipati Baniara. Adipati Baniara saat di pijat oleh putra Adipati Bocor yang menyamar, membuka wadi kalo apese pada senin wage. Kabar manis itu disampaikan ke ayah handanya.
Pada hari yang ditentukan, Adipati Bocor dengan pasukan berangkat menuju Baniara melalui daerah Alian, Sumberan, Wadasmalang, Pujegan hingga Kalikemong. Daerah-daerah yang dilewati ini sekarang menjadi nama desa dan kedukuhan .
Rencana penyerbuan rupanya sudah tercium oleh Adipati Baniara. Adipati Baniara sudah mempersiapkan pasukannya. Untuk menghadang serbuan Adipati Bocor, Adipati Baniara dan pasukannya sudah menunggu di daerah Kalikemong.
Di kalikemong pertempuran tak terkelakan. Saat bertarung satu lawan satu antara Adipati Baniara melawan Adipati Bocor, Adipati Baniara kalah dan moksa. Berahirlah kekuasaan Adipati Baniara.

Senen Wage Pantang Menyembelih Hewan
Lantaran ada peristiwa Senin Wage hari apesnya Adipati Baniara, hinga kini di desa Baniara dan beberapa desa yang dulu masuk daerah wilayah kekuasaan Adipati Baniara seperti Celapar masih ada wewaler yaitu : pantang menyembelih hewan pada hari Senin
Menurut penuntun salah satu penduduk Baniara, wewaler itu hinga kini masih diugemi warga Baniara yang mencakup penduduk panjer, kerajan Gemawang, Kemedung lan Banjar Lor. Penduduk mempercayainya, tak berani melanggarnya. Bila akan menyembelih hewan maka menghindari hari senin.
Tak hanya wewaler, tradisi Suran juga masih diuri-uri. Antara lain: tiap bulan sura tahun anyar jawa (tahun aboge) atau tepatnya sewindu sekali, warga Baniara mengadakan ritual slametan sura dengan umbarampe menyembelih kerbo kapila (kerbau yang bulu kakinya putih) atau kerbau bule. Selain menyembelih kerbau juga pentas wayang kulit.
Sedangkan pada bulan sura tahun biasa, Selametan Sura cukup menyembelih kambing di setiap RT / RW dan pentas wayang kulit di daerah setempat. Disetiap bulan Sura warga juga sebagian masih mengadakan slametan weton untuk memperingati hari pasaran kelahirannya, Sebagai contoh bila seorang lahir pada Senin Wage, Maka setiap Senin Wage bulan Sura mengadakan selametan weton.

Peringatan Untuk Jangan Teraniaya
Itulah sekelumit mitologi Jaka Thole yang masih ada di daerah Karangsambung, tempat batuan selaranda berada. Hanya sayangnya cerita ini sudah nyaris luntur dan mungkin tidak lagi didongengkan kepada anak-anak.
Padahal disadari atau tidak ada nilai-nilai pendidikan yang terkandung di dalamnya. Kisah Randa Sembiga yang sakti dan keras kepala dan akhirnya kena batuan. Mbah Laran, tokoh sakti juga keras kepala juga tak mau mau menerima mengakui Jaka Thole sebagai anaknya.
Jaka Thole juga menjadi daya tarik tersendiri. Meski lahir tanpa ayah, namun memiliki kesaktian sejak kecil. Hanya saja nasibnya harus mengenaskan. Seperti dalam film berjudul Ari Hanggara yang mengisahkan nasib seorang anak tiri yang teraniaya.
Adipati Baniara yang menjadi ayah angkat Joko Thole yang semula berniat baik berubah menjadi kejam dan mudah terhasut oleh bawahannya. Sebagai buah perbuatan sadisnya, Adipati Baniara kena hukum karma. Siapa menganiaya maka kelak akan teraniaya. Sebuah pesan moral bagi siapapun untuk jangan berbuat aniaya. Sebab ada sebuah janji Tuhan, doa orang teraniaya cepat dikabulkan Tuhan.

2 komentar:

Syaiful Arief Budiman Alchazin mengatakan...

izin kopi boleh?
aku cah karangsambung juga

Unknown mengatakan...

Antara judul kro crta kurang sinkron..kie pntese crtne asal usul baniara.. Udu watu salaranda.. Ngapunten lur..ak cah dung waru..

 
Kembali lagi ke atas